Peran akuntan publik dalam pemeriksaan pajak
Bisnis Indonesia edisi 17 Juli lalu memuat head line berjudul Ditjen Pajak setuju libatkan akuntan publik. Sebetulnya pelibatan akuntan publik dalam perpajakan bukan hal yang baru.
Pada era awal 80-an terdapat keputusan Menteri Keuangan yang mengatur bahwa laporan keuangan yang sudah diperiksa oleh akuntan publik tidak akan diperiksa lagi oleh instansi pajak.
Tetapi karena ternyata banyak akuntan yang berkelakuan seperti tukang jahit, maka ketentuan tersebut tidak diberlakukan lagi.
Stigma bahwa profesi akuntan merupakan profesi yang tidak bisa dipercaya itu tetap melekat sampai sekarang. Pendapat Anggota Komisi XI DPR Drajat H. Wibowo yang menyatakan bahwa usulan Tim Review RUU Perpajakan untuk memangkas kewenangan Ditjen Pajak dan menyerahkannya ke akuntan publik merupakan pemikiran yang salah kaprah, bisa diterima. Jangan-jangan justru sebagai sarana penggelapan pajak.
Tukang jahit
Bahwa akuntan publik di Indonesia bertindak seperti tukang jahit adalah suatu yang riil. Anda bisa minta akuntan untuk memberikan pendapat apa saja mengenai laporan keuangan Anda.
Wajar tanpa sarat, wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar, atau pendapat tidak memberikan pendapat.
Anda juga bisa meminta akuntan publik mempercantik angka-angka laporan keuangan, atau sebaliknya mendramatisir keparahan usaha Anda.
Pokoknya model apapun yang Anda minta, akuntan publik bisa memenuhinya.
Tetapi tentu saja tidak semua akuntan publik di Indonesia itu berlaku seperti itu. Akuntan publik yang menjunjung norma dan etika juga tidak sedikit.
Akuntan publik sebagai profesi seperti halnya profesi lain tidak steril terhadap adanya penyimpangan. Akan ada oknum-oknum yang tidak mematuhi rambu-rambu yang ditetapkan profesi.
Jadi tidak adil dengan generalisasi bahwa akuntan publik adalah tukang jahit sehingga dijadikan faktor penghambat untuk dilibatkan dalam masalah perpajakan.
Adanya penolakan pelibatan akuntan publik dalam memeriksa perpajakan merupakan tamparan bagi profesi akuntan.
Suatu tamparan yang memang harus diterima karena memang demikian adanya. Profesi akuntan, termasuk di dalamnya akuntan manajemen, adalah profesi abu-abu.
Harus diakui bahwa profesi akuntan turut menyumbang terjadinya krisis ekonomi.
Kelakuan akuntan yang miring ini, ternyata tidak hanya terjadi di sini. Dibelahan bumi lain pun sama saja. Kasus Enron, Worldcom dan lain-lain yang tergolong kejahatan akuntansi, adalah contoh kondisi ini.
Oleh karena itu, tampaknya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sudah saatnya mengajak para anggotanya untuk secara bersama-sama melakukan tobat nasional, berhenti menjadi tukang jahit. Mengakhiri stigma negatif ini atau membiarkannya untuk selama-lamanya.
Cap sebagai tukang jahit ini cukup merugikan perkembangan profesi akuntan di dalam negeri. Banyak kasus audit yang seharusnya bisa ditangani oleh kantor akuntan publik lokal, tetapi diserahkan ke akuntan publik luar.
Ini bukan karena akuntan lokal lebih bodoh dari akuntan luar. Standar audit kita adalah fotokopi dan Generelly Accepted Auditing Standard (GAAS) yang dibuat oleh AICPA (American Institute of Publik Accountant).
Yang membedakan antara auditor kita dengan auditor luar adalah bahwa auditor kita bisa bertindak sebagai tukang jahit, sementara auditor luar tidak. Jadi masalahnya adalah kepercayaan.
Pemakai laporan
Terdapat dua kelompok pemakai laporan keuangan. Pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal adalah manajemen perusahaan. Sementara pihak eksternal antara lain pemegang saham, kreditor, dan instansi pemerintah seperti instansi pajak.
Sebagai pemakai ekstern, Ditjen Pajak bisa menggunakan laporan keuangan sesuai kepentingannya, misalnya untuk menghitung pajak terhutang wajib pajak (WP) yang bersangkutan. Laporan keuangan itu bisa yang telah diaudit maupun tidak, tergantung kepada WP yang menyampaikannya.
Perlakuan Ditjen Pajak terhadap laporan keuangan yang disampaikan WP adalah bebas. Artinya apakah Ditjen Pajak itu dalam menghitung pajak akan sepenuhnya berdasarkan laporan keuangan yang dilampirkan WP dalam SPT atau mengabaikannya dan melakukan pemeriksaan lapangan.
Jadi Ditjen Pajak mempunyai kewenangan penuh untuk mempercayai atan tidak laporan keuangan WP. Hak Ditjen Pajak itu tetap melekat apakah dimuat dalam undang-undang atau tidak. Apakah hak inilah yang akan diserahkan ke akuntan publik? Artinya jika WP telah melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik, Ditjen Pajak tidak akan melakukan pemeriksaan lagi. Walaupun ada keinginan untuk itu, sebaiknya tidak dinyatakan secara eksplisit. Tetapi dilakukan secara diam-diam.
Yang penting untuk dicantumkan dalam undang-undang adalah adanya keharusan bagi WP badan untuk melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dalam SPT. Tentang tindak lanjut atas laporan keuangan auditan itu terserah Ditjen Pajak.
Bagaimana tanggung jawab akuntan publik terhadap laporan keuangan yang diauditnya dan dilampirkan dalam SPT klien, atau bagaimana jika ternyata laporan keuangan itu tidak benar?
Paragraf pertama dari suatu laporan akuntan berbunyi demikian "...Laporan keuangan ini merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami adalah memberikan pendapat tehadap laporan keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan".
Jadi akuntan publik mempunyai tanggung jawab terhadap opini yang diberikan atas laporan keuangan yang diperiksanya. Ia tidak bisa lari dari tanggung jawab jika laporan keuangan yang dikaitkan dengan pendapatnya itu terdapat penyimpangan.
Besarnya tanggung jawab akuntan publik ini harus dilihat baik dari perspektif WP maupun akuntan publik. Artinya apakah ketidakbenaran pendapat akuntan publik itu disebabkan kesalahan WP atau akuntan publik.
Jika memang kesalahan itu ada di akuntan publik, maka akuntan publik harus dikenakan sanksi. Tetapi jika ternyata kesalahan itu ada pada WP, akuntan publik harus dibebaskan dari tanggung jawab.
Menyeret ke pengadilan akuntan publik yang diduga melakukan kecurangan merupakan sesuatu yang positif bagi profesi akuntan secara keseluruhan. Siapa yang salah harus dihukum. Dan ini untuk menghindari gebyah uyah, bahwa seluruh akuntan publik adalah tukang jahit. Dan karena itu jangan dipercaya.
Oleh Sukarman Ardi
Konsultan manajemen pada Focus Data Consulting Jakarta
Profesi Akuntan dan Kejahatan Korporasi
Oleh: Mar'ie Muhammad
Masyarakat pada umumnya mengira bahwa akuntansi sekadar pembukuan yang mencatat pemasukan dan pengeluaran uang. Setelah terjadi kasus-kasus skandal korporasi besar di Amerika Serikat, yang melibatkan perusahaan raksasa, seperti Enron dan Worldcom, masyarakat dunia terperanjat karena skandal-skandal perusahaan besar yang menipu masyarakat justru terjadi di negara yang selama ini dianggap sebagai barometer berbagai aturan dan standar mengenai bursa saham, profesi akuntan, dan transparansi dalam laporan keuangan.
Lalu, masyarakat di mana-mana bertanya faktor apa gerangan yang mendorong dan menyebabkan terjadinya skandal-skandal itu, yang melibatkan secara kasatmata profesi akuntan khususnya mereka yang memeriksa laporan keuangan perusahaan yang dilakukan Kantor Akuntan Publik (KAP) atau yang dikenal pula dengan istilah Independent Auditor. Tidak tanggung-tanggung, dalam kasus kejahatan korporasi itu melibatkan Kantor Akuntan Publik global yang termasuk dalam kelompok lima besar, yaitu Arthur Andersen.
Meskipun yang diekspos di media massa global hanya Enron, Worldcom, dan Xerox, sebetulnya ada sejejer lagi nama perusahaan lain dengan kemungkinan terjadi praktek manipulasi dalam bidang akuntansi, sehingga laporan keuangannya menyesatkan dan tentu akibatnya merugikan publik.
Laporan keuangan yang manipulatif, misalnya dengan cara menggelembungkan pendapatan, mengakibatkan harga saham menjadi tinggi sekali, jauh di atas harga yang sebenarnya. Hal ini mengakibatkan para pembeli saham yang baru pasti merugi, dan sebaliknya, para pemegang saham yang sudah ada akan menjual saham mereka dan akan meraih keuntungan yang luar biasa. Di antara pemegang saham ini tidak tertutup kemungkinan para pemimpin perusahaan dan mereka yang dekat dengan pemimpin perusahaan, termasuk para elite politik di Amerika Serikat.
Kejahatan korporasi di Amerika ini terjadi di tengah-tengah ekonomi Amerika yang lesu setelah terjadinya tragedi 11 September yang menimbulkan luka yang dalam bagi perekonomian Amerika. Akibatnya, bursa saham di Amerika--termasuk Wall Street--mengalami guncangan karena mereka kehilangan kepercayaan terhadap laporan-laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang memperdagangkan saham mereka di bursa saham. Hal ini pula yang semakin mendorong anjloknya indeks Dow Jones dan Nasdaq.
Kejahatan korporasi di Amerika ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat bisnis dunia, termasuk Indonesia, tentang integritas, kredibilitas, dan profesionalisme para pemimpin perusahaan di Amerika dan Kantor Akuntan Publik global yang termasuk dalam kelompok lima besar. Untungnya, berkat tekanan pers dan publik serta kepentingan nasional Amerika sendiri, Kongres Amerika Serikat segera mensponsori suatu Rancangan Undang-Undang tentang Reformasi Perusahaan dan Profesi Akuntansi.
RUU ini disponsori oleh Paul Sarbanes, anggota Senat, dan Michael Oxley, anggota Kongres, dan karenanya dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act 2002, yang mulai diberlakukan akhir Juli 2002. RUU ini bertujuan untuk semakin memperkecil ruang bagi terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan perusahaan dengan bantuan Kantor Akuntan Publik. Dengan demikian, diharapkan dapat memperbaiki praktek good corporate governance.
Dalam RUU ini, misalnya, diatur perlunya pembentukan suatu badan pengawas atau oversight board yang akan mengawasi para pelaku pasar modal. Demikian pula, oversight board dibentuk untuk mengawasi Kantor Akuntan Publik (Independent Auditor) yang selama ini seakan-akan bebas melaksanakan praktek audit tanpa ada pihak yang mengawasi.
Dalam RUU ini juga ditentukan bahwa Kantor Akuntan Publik dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bukan termasuk pekerjaan auditing seperti merancang sistem informasi, jasa penilai, penasihat investasi.
Lalu, bagaimana kita di Indonesia menanggapi hal ini, khususnya bagi profesi akuntan menjelang perhelatan akbar Kongres Ikatan Akuntan Indonesia yang akan digelar pada 25-27 September 2002 di Jakarta. Secara jujur harus diakui, sebagaimana lembaga-lembaga profesi lainnya, profesi akuntan Indonesia masih rawan terhadap berbagai praktek yang menyimpang dari kode etik dan standar akuntansi.
Kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan perlu dipulihkan, dan hal itu sepenuhnya tergantung pada praktek profesional yang dijalankan oleh para akuntan, terutama mereka yang membuka praktek sebagai Kantor Akuntan Publik. Jangan sampai terjadi bahwa para akuntan sekadar memenuhi permintaan kliennya dengan imbalan bayaran yang lumayan sehingga sekadar bertindak sebagai juru masak atau tukang jahit.
Kongres yang akan datang seharusnya menjadi forum untuk melakukan pembenahan profesi secara total dan seraya memutakhirkan profesi ini dengan berbagai aturan dan standar yang berkembang di dunia internasional, termasuk materi yang dimuat dalam Sarbanes-Oxley Act 2002 sebagaimana dikutip di atas.
Jangan sampai terjadi kejahatan korporasi dan praktek akuntansi yang menyimpang, seperti terjadi di Amerika Serikat, dijadikan alibi untuk meneruskan dan membenarkan tindakan-tindakan manipulasi oleh para pelaku bisnis dan profesi akuntan dengan dalih "wong di Amerika saja terjadi praktek seperti itu".
Yang harus kita tiru adalah hal yang baik yang datang dari mana pun. Adapun yang jelek, meskipun datangnya dari Amerika, jangan diambil.
Sistem Akuntansi Sederhana untuk Bisnis
Seorang pebisnis tanpa latar belakang Ilmu Ekonomi akan meng-kerutkan kening ketika berhadapan dengan istilah Sistem Akuntansi. Tadi malam dalam sharing bisnis dengan Reza dan Pak Samurai saya sempat menyinggung hal yang berhubungan dengan Sistem Akuntansi untuk sebuah bisnis, khususnya bisnis kecil ber-visi besar. Seusai saya sharing dan kemudian Pak Samurai langsung request untuk bisa ditulis di blog ini. Semoga saya bisa mendeskripsikan melalui tulisan seperti halnya mendeskripsikan ketika sharing tatap muka.
Sistem akuntansi sederhana yang ingin saya share kali ini sangat simple (simple = tidak mudah tapi juga bukan hal sulit). Sistem akuntansi ini saya dapatkan ketika masih SMP dari seorang pemilik toko kelontong ‘Toko Ayun’, pemiliknya merupakan orang China. Dengan sistem ini beliau telah berhasil menjadikan toko kelontong yang dulu kecil sekarang sudah sangat besar, serta banyak aset properti. Sistem akuntansi simple ini hanya membutuhkan ketelatenan yang hingga hari ini saya sendiri terus belajar untuk menerapkannya. Hanya ada 2 hal yang harus diketahui dan dilakukan untuk bisa menggunakan Sistem akuntansi ini : Mengetahui Jumlah Profit, dan Kedisiplinan. Tertarik untuk menggunakan dalam bisnis Anda? That is really SIMPLE things …. Begini ceritanya …. hehehe
Ayah saya memiliki toko kelontong kecil di dusun yang kalau ‘kulakan’ barang dagangan mengambil dari toko Ayun, waktu itu saya heran sebagai anak SMP yang pinter matematika (red : narsis), Ko Ayun (sebut saja namanya begitu) nulis angka penjualannya aneh ya? Kok nggak sama dengan yang ditulis ayah saya. Ketika ayah saya membeli gula senilai Rp. 100.000 , di kertas Ko Ayun cuma ditulis Rp 5.000, trus ketika beli barang lain senilai Rp 20.000, di kertas cuma ditulis Rp 2000 begitu seterusnya pada item lain. Kertas catatan ini bukan merupakan nota penjualan tetapi catatan tersendiri buat dia. Akhirnya saya minta ayah untuk tanya karena saya nggak berani tanya sendiri waktu itu. Setelah belanja usai dan barang sudah di cross check, ayah saya bertanya : “Ko kok nulisnya gitu, yang ditulis itu apanya?”. Hmm, Ko’ Ayun terdiam sejenak, sambil melihat wajah kami berdua ‘mlongo’ dan besar rasa ingin tahunya, akhirnya pertanyaan itu dijawab dengan detail. Jawaban inilah yang saya sebut Sistem Akuntansi Simple, dan terus saya coba terapkan dalam bisnis walaupun terkadang saya masih ngga disiplin dan nakal.
Angka yang ditulis oleh Ko Ayun tadi merupakan keuntungan yang dia dapatkan dari setiap penjualan, artinya dari Rp 100.000 dia untung Rp 5000 waktu itu. Saat menutup toko malam hari dia menjumlahkan angka2 yang ditulisnya. Katakan dia dapat Rp 50.000 hari itu maka pada malam itu dia hanya mengambil Rp 50.000 dari laci uang untuk dibawa pulang. Dia menjelaskan begini, dari keuntungan hari itu, 20% untuk makan keluarga dan kebutuhan sehari - hari, 20% ditabung khusus untuk peningkatan modal atau kebutuhan mendadak, 50% ditabung untuk investasi (properti), dan 10% untuk persembahan gereja. Dia bilang kenapa harus ditulis tiap transaksi ngga rekap akhir bulan atau mungkin mingguan, karena dia bukan orang yang pinter jadi nanti pasti bingung dan rancu mana modal usaha mana keuntungan. Menulis setiap kali transaksi adalah pilhan terbaik, karena dia tahu benar berapa keuntungan toko hari itu, dan berapa yang bisa dibelanjakan untuk makan esok pagi. Dia juga menjelaskan bahwa kalau keuntungan nggak cukup untuk beli ikan maka sekeluarga akan makan dengan tempe saja, atau mungkin kecap saja sehari besok. Sebaliknya jika keuntungan hari ini banyak maka besok akan makan enak sampai 20% keuntungan itu. “Hidup harus bisa prihatin tapi juga harus bisa menikmati pada waktu yang tepat” imbuhnya. “Jadi modal saya ya tetep modal Pak, ga boleh kemakan karena toko harus tetep buka dan modal ditambah setiap kali dibutuhkan karena harga barang2 pasti naik karena inflasi” dia melanjutkan. Kok bisa ya? dalam benak saya langsung terlintas pikiran pola pikir Ko Ayun luar biasa , ini sama sekali nggak ada dalam toko kelontong ayah saya, dimana omzet adalah income.
Dengan pola pikir dasar yang berbeda dengan orang China, saat itu Ayah saya mencoba ikut2 an tapi hanya bertahan beberapa minggu, dan akhirnya kembali ke pola lama mengganggap omzet adalah income sehingga lama – kelamaan modal dasar terkikis ikut termakan. ‘Toko Danara’ singkatan dari nama saya dan 2 adik perempuan saya Nana dan Rara, akhirnya harus tutup selang beberapa tahun kemudian.
Sistem akuntansi sederhana bukan hanya tetep membawa toko Ayun buka sampai hari ini tapi juga menjadi salah satu toko terbesar di kampung halaman saya. Dengan kalkulasi sederhana bahwa pengembangan keuntungan untuk kenaikan modal toko disisihkan 20% waktu itu, saat ini telah menjadi sebesar toko-nya sekarang. Maka tentunya properti yang dulu porsinya 50% dari keuntungan, juga pasti telah berkembang.
Mungkin kita sering berdalih bahwa teori Ko Ayun hanya bisa untuk bisnis retail saja, mungkin ini juga yang dipikirkan Anda, atau beberapa alasan lain seperti : itu khan untuk bisnis simple?, susah / nggak bisa untuk diterapkan di bisnis saya? Atau alasan klasik yaitu “suku bangsa” : wajar dia orang China yang sejak turun temurun sudah diajarkan demikian, sementara saya orang pribumi yang ga ada darah dagang.
Alasan2 diatas juga terkadang menggangu saya. Tetapi, ketika saya mencoba berpikir terbalik, bukan dengan melihat bisa atau tidak sistem akuntansi ini digunakan dalam bisnis saya, tetapi justru melihat bagaimana bisnis saya bisa diesuaikan dengan sistem yang sudah terbukti ampuh ini. Bukan sistem yang menyesuaikan bisnis, tetapi bagaimana bisnis bisa diringkas sederhana dengan teori akuntansi ini. Sedangkan alasan “suku bangsa”, memang benar bisa jadi Ko Ayun secara turun - temurun telah diajarkan hal ini, sementara ayah saja mencoba meniru dan gagal, lalu apa saya harus menyerah dengan kegagalan ayah saya? Justru jika saya beralasan yang sama maka nanti anak saya pun akan sama beralasan juga, jadi apa salahnya memulainya dari bisnis saya saat ini sampai suatu saat nanti orang - orang bilang, keturunan saya sudah turun temurun dilatih tentang hal ini, seperti halnya saat itu saya bilang bahwa Ko Ayun sudah terun - temurun menggunakan cara ini.
Sistem Akuntansi sederhana ini hanya bisa berjalan dalam kedisiplinan, tanpa disipin alokasi sistem ini sama sekali tidak akan bekerja. Saya sendiri hingga saat ini terus berusaha untuk memiliki pola pikir Ko Ayun tentang sistem akuntansi ini sehingga tingkat kenakalan saya setidaknya akan berkurang secara bertahap dan semakin hari semakin bertambah kedisiplinan saya…
Sistem ini secara fungsi dasar merupakan alat pemisah antara bisnis dan pemilik, dengan sistem akuntansi sederhana ini pemilik bisnis akan mengetahui berapa gaji yang diberikan oleh bisnisnya hari ini.
Selamat mencoba dalam bisnis ….
Macam dan Jenis Perkiraan atau Akun dalam Akuntansi : Harta / Aset / Aktiva, Kewajiban / Hutang / Pasiva dan Modal – Akutansi
A. Harta / Aset / Aktiva
Harta adalah benda baik yang memiliki wujud maupun yang semu yang dimiliki oleh perusahaan. Klaim atas harta yang tidak berwujud disebut ekuitas / equities yang dapat mendatangkan manfaat di masa depan.
1. Harta Lancar / Aktiva Lancar / Current Assets
Harta lancar adalah harta yang berbentuk uang tunai maupun aktiva lainnya yang dapat ditukarkan dengan uang tunai dalam jangka satu tahun.
Contoh : piutang dagang, biaya atau beban dibayar di muka, surat berharga, kas, emas batangan, persediaan barang dagang, pendapatan yang akan diterima, dan lain sebagainya.
2. Harta Investasi / Aktiva Ivestasi / Investment Assets
Harta Investasi adalah harta yang diinvestasikan pada produk-produk investasi untuk mendapatkan keuntungan.
Contoh : Reksadana, saham, obligasi, dan lain-lain.
3. Harta Tak Berwujud / Intangible Assets
Aset tak berwujud adalah harta yang tidak memiliki bentuk tetapi sah dimiliki perusahaan dan dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Contoh : Merk dagang, hak paten, hak cipta, hak pengusahaan hutan / hph, franchise, goodwill, dan lain sebagainya.
4. Harta Tetap / Aktiva Tetap / Fixed Assets
Harta tetap adalah harta yang menunjang kegiatan operasional perusahaan yang sifatnya permanen kepemilikannya.
Contoh : Gedung, mobil, mesin, peralatan dan perlengapan kantor, dan lain-lain.
5. Harta Lainnya / Other Assets
Harta lain adalah perkiraan atau akun yang tidak dapat dikategorikan pada harta atau aset di atas baik dalam bentuk aset tetap, aset investasi, aset tak berwujud dan aset lancar.
Contoh : Mesin rusak, uang jaminan, harta yang masih dalam proses kepengurusan yang sah, dan lain-lain.
B. Kewajiban / Hutang / Pasiva / Liabilities
Hutang adalah kewajiban perusahaan pada pihak ketiga untuk melakukan sesuatu yang pada umumnya dalah pembayaran uang, penyerahan barang maupun jasa pada waktu-waktu tertentu.
1. Hutang Lancar / Kewajiban Lancar / Current Liabilities
Hutang lancar adalah kewajiban yang harus dilunasi dalam tempo satu tahun.
Contoh : hutang dagang, beban yang harus dibayar, hutang dagang, hutang pajak, pendapatan diterima di muka, dan lain sebagainya.
2. Hutang Jangka Panjang / Long-Term Liabilities
Hutang jangka panjang adalah kewajiban yang harus dilunasi dalam jangka waktu lebih dari setahun.
Contoh : Hutang hipotek, hutang obligasi yang jatuh tempo lebih dari setahun, hutang pinjaman jangka panjang, dan lain sebagainya.
3. Hutang lain-lain / Other Payable
Perkiraan atau akun ini digunakan untuk mencatat hutang lain yang tidak termasuk pada hutang lancar dan hutang jangka panjang.
Contoh : uang jaminan, hutang pada pemegang saham, dan lain sebagainya.
C. Modal / Capital
Modal adalah hak milik atas kekayaan dan harta perusahaan yang berbentuk hutang tak terbatas suatu perusahaan kepada pemilik modal hingga jangka waktu yang tidak terbatas. Rumus modal adalah harta atau aset dikurangi dengan kewajiban atau hutang.
Contoh Modal : modal disetor, prive, modal komanditer, laba ditahan, agio saham, saham preferen & biasa, simpanan-simpanan, sisa hasil usaha atau shu, dan lain sebagainya.
Tambahan :
- Rumus Aktiva ---> Aktiva = Kewajiban + Modal